Mengupas Impor Produk asing Di tengah janji swasembada pangan yang diusung rezim, demi rezim pemerintahan, blunder demi blunder kebija...
![]() |
Mengupas Impor Produk asing |
Di tengah janji swasembada pangan yang diusung rezim, demi rezim pemerintahan, blunder demi blunder kebijakan justru dibuat sendiri oleh pemerintahan. Begitu gampang pemerintah memberikan izin pendirian pabrik gula rafinasi dan izin impor gula mentah sebagai bahan bakunya.
Repotnya, izin impor diberikan bukan berdasarkan kebutuhan industri pemakai dalam negeri, melainkan pada kapasitas industri gula rafinasi itu sendiri. Pemerintah juga tak berdaya ketika kemudian gula rafinasi merembes ke pasar ritel. Gula lokal jadi korban Harga di tingkat petani rontok justru saat petani masuk panen raya. Rendetannya, insentif petani menanam petani menanam surut, pabrik gula gulung tikar.
Melalui kebijakan izin impor, sesungguhnya pemerintah telah terseret dalam permainan mafia pangan, pengusaha besar, dan industri/pedagang pangan. Konsekuensinya, rentan terhadap gejolak, permainan pasar, dan jebatan impor pangan. Dengan dalih melindungi konsumen dan menjaga ketahanan pangan, opsi impor ditempuh setiap kali menghadapi gejolak harga dalam negeri.
Kalaupun produksi lokal digenjot, orientasinya bukan lagi petanikecil, melainkan korporasi beras lewat pada food estate. Artinya, sekali lagi, kita menyerahkan pangan sebagai hajat hidup orang banyak pada mekanisme pasar di mana segelintir pemain besar menjadi penentu harga, sementara fungsi stabilitas pemerintah semakin dipereteli.
Di masa ini, semua serba impor. Bukan hanya gula, melainkan juga komoditas pangan lain: beras, jagung, kedelai, daging sapi, gandum, dan tepung terigu, kentang, garam, bawang merah, bawang putih, cabai, daging ayam, mentega, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan masih banyak lagi.Nilai impor pangan teru mnerus melonjak, mencapai Rp. 300 trliun lebih per tahun. Belum agi barang konsumsi lain. Budaya instan menghinggapi bangsa ini, dimulai dari pemerintahannya sendiri .
Melalui oknum kunci dipengambilan kebijakan, pemerintah menjadi bagian penting mata rantai perburuan rantai impor dan distribusi pangan. Cara ini ditempuh karena lebih mudah dibandingkan dengan membangun pertanian dan kawasan industri.
Sebagai bangsa dengan penduduk sangat besar, menggantungkan pada produk impor sama saja dengan menggadaikan kedulatan dan menggali kubur sendiri. Sabagai warga Indonesia, agar Indonesia tidak selalu impor dari negara tetangga saharusnya kita tidak hanya hidup konsumtif, namun kita juga harus mampu produktif.
#Semangat Indonesia Pintar!!