Toleransi memang jarang terjadi dilingkungan menghargai masyarakat yang majemuk terutama dinegara kita. Sering kali kita melalaikan untuk ag...
Toleransi memang jarang terjadi dilingkungan menghargai masyarakat yang majemuk terutama dinegara kita. Sering kali kita melalaikan untuk agama lain, mulai dari Kristen, Islam, Hindu, Budha, dan Konguchu.
Konflik perbedaan agama biasanya terpicu oleh hal kecil atau sepele yang terjadi dikalangan masyarakat. Masyarakat Indonesia sering kali melalikan ideologi persatuan Indonesia dan mereka sering mementingkan sifat ego terhadap agamanya.
Beberapa kelompok ekstrimis keagamaan beberapa minggu lalu melancarkan serangan bom bunuh diri di Gereja All Saints di Kota Peshawar, Pakistan. Ada lebih dari 100 orang korban meninggal dan puluhan lain yang terluka akibat dari serangan ini.
Serangan ini menjadi serangan paling mematikan di Pakistan yang dilakukan terhadap warga Kristen karena dilakukan setelah Misa Minggu seperti yang dilansir oleh Merdeka.com (9/10).
Serangan ini tidak hanya melukai warga Kristen saja, tapi juga membangkitkan rasa solidaritas dari warga lainnya. Sekitar 200 sampai 300 orang saling berpegangan tangan membentuk rantai manusia di luar Gereja Santo Anthony di Kota Lahore, Pakistan. Seorang pemuka agama Islam berdiri sambil berkhotbah tentang toleransi agama yang ada di Al Qur'an pada waktu itu.
Dia berkhotbah sambil ditemani oleh Pendeta Nasir Gulfam. Kedua tokoh keagamaan yang berbeda itu terlihat saling merangkul bahu masing-masing serta bergandengan tangan. Kejadian ini sungguh mengharukan dan ingin menunjukkan bahwa manusia seharusnya saling menyayangi bukan saling menyakiti hanya karena perbedaan.
Rantai manusia ini bukan yang pertama kali digelar setelah kejadian bom bunuh diri itu. Ini adalah acara kedua setelah yang pertama dilaksanakan di Katedral Santo Patrick di kota Karachi. Tapi tujuan dari acara ini sama yaitu untuk menunjukkan pada dunia bahwa warga Pakistan bisa bersatu tanpa membedakan agama atau suku. Dengan ini warga Pakistan berharap bisa mengirim pesan kepada dunia slogannya yaitu 'Satu Bangsa, Satu Darah'. Perbedaan yang ada tidak seharusnya menjadi alasan mereka untuk saling menyakiti.
Penyelenggara acara ini, Muhammad Jibran Nasir menyerukan acara ini di beberapa jejaring sosial media untuk menghimpun massa. Mereka yang mengikuti acara ini juga ingin menunjukkan bahwa kejadian bom bunuh diri tersebut tidak hanya melukai warga tertentu, tetapi seluruh warga Pakistan karena mereka bersaudara.
Mengharukan sekali bagaimana ratusan orang muslim, beberapa bahkan memakai jilbab bergandeng tangan, melindungi sebuah Gereja yang menjadi tempat beribadah warga Kristen. Kasih sayang manusia tidak akan mati karena perbedaan. Inilah salah satu buktinya.
Konflik perbedaan agama biasanya terpicu oleh hal kecil atau sepele yang terjadi dikalangan masyarakat. Masyarakat Indonesia sering kali melalikan ideologi persatuan Indonesia dan mereka sering mementingkan sifat ego terhadap agamanya.
Beberapa kelompok ekstrimis keagamaan beberapa minggu lalu melancarkan serangan bom bunuh diri di Gereja All Saints di Kota Peshawar, Pakistan. Ada lebih dari 100 orang korban meninggal dan puluhan lain yang terluka akibat dari serangan ini.
Merdeka.com/ Warga Muslim Bergandengan Dengan Warga Kristen |
Serangan ini tidak hanya melukai warga Kristen saja, tapi juga membangkitkan rasa solidaritas dari warga lainnya. Sekitar 200 sampai 300 orang saling berpegangan tangan membentuk rantai manusia di luar Gereja Santo Anthony di Kota Lahore, Pakistan. Seorang pemuka agama Islam berdiri sambil berkhotbah tentang toleransi agama yang ada di Al Qur'an pada waktu itu.
Dia berkhotbah sambil ditemani oleh Pendeta Nasir Gulfam. Kedua tokoh keagamaan yang berbeda itu terlihat saling merangkul bahu masing-masing serta bergandengan tangan. Kejadian ini sungguh mengharukan dan ingin menunjukkan bahwa manusia seharusnya saling menyayangi bukan saling menyakiti hanya karena perbedaan.
Rantai manusia ini bukan yang pertama kali digelar setelah kejadian bom bunuh diri itu. Ini adalah acara kedua setelah yang pertama dilaksanakan di Katedral Santo Patrick di kota Karachi. Tapi tujuan dari acara ini sama yaitu untuk menunjukkan pada dunia bahwa warga Pakistan bisa bersatu tanpa membedakan agama atau suku. Dengan ini warga Pakistan berharap bisa mengirim pesan kepada dunia slogannya yaitu 'Satu Bangsa, Satu Darah'. Perbedaan yang ada tidak seharusnya menjadi alasan mereka untuk saling menyakiti.
Penyelenggara acara ini, Muhammad Jibran Nasir menyerukan acara ini di beberapa jejaring sosial media untuk menghimpun massa. Mereka yang mengikuti acara ini juga ingin menunjukkan bahwa kejadian bom bunuh diri tersebut tidak hanya melukai warga tertentu, tetapi seluruh warga Pakistan karena mereka bersaudara.
Mengharukan sekali bagaimana ratusan orang muslim, beberapa bahkan memakai jilbab bergandeng tangan, melindungi sebuah Gereja yang menjadi tempat beribadah warga Kristen. Kasih sayang manusia tidak akan mati karena perbedaan. Inilah salah satu buktinya.
Inilah salah satu toleransi umat beragama lain dinegara Pakistan, setidaknya Indonesia dapat meniru budaya toleransi yang sangat tinggi ini. Jika Indonesia dapat menabur kasih pasti akan menuai aman dan sejahtera yang luar biasa.