Berita kali ini sudah sangat menggelegar namun akan terasa sebuah kekecewaan jika berita palsu tersebut di sebarkan, berita ini mengenai
masuk muslim.
Kebanyakan orang berpikir bahwa pembohong selalu meraih kemenangan atas korbannya. Namun yang sebenarnya adalah bahwa setiap kebohongan merupakan bentuk penyerahan diri sebagai budak. Demikianlah orang yang berbohong menjadi budak dari orang yang dia bohongi.
Dia berhutang pengakuan dan hidup dalam kepalsuan adalah benar bahwa orang yang berbohong sekali akan cenderung berbohong dua kali untuk menutupi kebohongannya yang lain. Dan begitulah, dia akan dituntut untuk terus memproduksi kebohongan hingga suatu ketika dia akan sampai pada satu titik dimana dia kehilangan kemampuan untuk membedakan antara fakta dan ilusi.
Pseudologia Fantastica - Sebuah kondisi psikologis, atau dikenal sebagai patologis atau kompulsif berbohong, di mana penderitanya biasa terletak. Kebohongan disebabkan oleh kebutuhan internal untuk berbohong, bukan faktor lingkungan atau sosial. Tidak seperti pada gangguan psikotik atau delusional, orang dengan kondisi ini dapat mengenali mereka berbohong, meskipun mereka mungkin tidak mau melakukannya, yang menyebabkan kemarahan, kebingungan, dan (dalam beberapa kasus) kekerasan menyusul konfrontasi.
Seorang pembohong yang terjebak dalam wilayah antara realitas dan fantasy ini umumnya kita kenal dengan istilah Pseudologia Fantastica orang-orang jenis ini percaya akan kebohongannya sendiri. Orang atau sekelompok orang yang menderita mental disorder semacam ini biasanya akan menjadi sangat fanatik, paranoid, dan cenderung menutup diri, selalu menghipnotis dirinya sendiri bahwa dia benar dan orang lain salah. Mereka akan menjadi sangat agresif; dipenuhi kemarahan dan kekerasan, ketika dihadapkan pada fakta-fakta.
 |
Theresia Cindy Tan (Palsu) |
Beberapa hari yang lalu PKS Piyungan menampilkan kisah mualaf seorang gadis bernama Theresia Cindy Tan, lengkap dengan photo-nya yang bertuliskan penjelasan mengapa dia mualaf.
www.pkspiyungan.org/2015/04/saya-masuk-islam-pengakuan-mengejutkan.html
Belakangan diketahui bahwa kisah mualaf tersebut adalah Hoax. Photo yang dipakai sebagai bukti idenditas Theresia Cindy Tan di atas sebenarnya adalah photo gadis Philiphine bernama Joycelyn Aralar,
 |
Joycelyn Aralar |
 |
Joycelyn Aralar Bersama Ayahnya |
joycelynaralar.wordpress.com/tag/the-manila-hotel/
Setelah sejumlah member Aliansi Sekuler Indonesia (ASI) menunjukkan bukti kepalsuan di atas ke akun facebook Theresia Cindy Tan, mendadak mereka diblokir, dan kemudian pemilik akun palsu tersebut mematikan akunnya lalu membuat akun baru yang memposting tulisan yang menyatakan bahwa akunnya telah direport. Sangat terlihat jelas, sosok di balik tokoh fiktif Theresia Cindy Tan ini, adalah orang yang bermental victim dan menderita Pseudologia Fantastica.
Selain menderita mental Disorder, penyebar Hoax ini juga tampaknya kurang berwawasan. Terbukti dia menciptakan banyak kesalahan saat mendeskripsikan tokoh khayalannya. Pertama adalah dia menggambarkan bahwa sosok Cindy ini pernah sekolah di SMU 1 Manado. Yah benar sekolah SMU 1 masih berdiri kokoh di Manado, Namun apakah pernah ada makhluk bernama Theresia Cindy Tan yang sekolah di sana? Orang Manado tahu jawabannya.
Kedua, pencipta Theresia Cindy Tan jelas bukan orang Manado dan pastinya tidak bisa bahasa Manado. Terbukti dalam tulisan pada photo mualaf di atas, lebih terkesan bahwa sosok Cindy ini berasal dari Malasya. Sungguh aneh orang manado menggunakan kata “Bercakap” dalam tulisannya. Orang Manado tapi tidak bisa bahasa Manado, this is a joke, right?
Ketiga, dan ini sungguh sangat parah, dalam pengakuan “Imannya” sebagai mualaf, Cindy ini mengutip kalimat Bible berbunyi: “SHEMA YISRAEL ADONAI ELOHEINU ADONAI EHAD.” Sungguh sangat memalukan bagi orang yang katanya lulusan Theologia.
Keempat, pengarang Theresia Cindy Tan ini sepertinya tidak tahu kalau di UKI tidak ada fakultas Theologi. Terbukti dengan polosnya dia menulis bahwa Cindy Tan adalah lulusan Fakultas Theologi UKI.
Kelima, sebagai bukti pendukung bahwa kisah mualaf Cindy Tan ini asli, ditambahilah sebuah Video tentang kericuhan di sebuah gereja, yang lalu diberi judul “Kericuhan akibat mualafnya Theresia Cindy Tan.” Saya menonton video itu berkali-kali dan percayalah di dalam video berdurasi sekitar satu menit itu tidak terdapat jejak atau tanda Theresia Cindy Tan.
Satu-satunya alasan kenapa Video tersebut dihubungkan dengan makhluk fiktif bernama Cindy ini adalah karena sosok yang menciptakan Hoax tersebut memberi judul provokatif pada video itu, yang membuat seolah-olah video tersebut adalah kericuhan yang terjadi karena Cindy Tan Mualaf. Video itu tidak menunjukkan apa-apa selain sebuah kericuhan. Tidak lebih. Anda bisa menonton dan menganalisanya sendiri.
Keenam, dan ini yang paling parah, pembuat karakter fiktif Cindy Tan ini menyatakan bahwa sosok Theresia Cindy Tan adalah orang Manado. Si pembuat Hoax ini jelas tidak sadar kalau orang Manado bukanlah bangsa primitif yang tinggal di Goa. Hey, orang Manado adalah salah satu suku paling Modern di Indonesia. Mereka hidup dengan Iphone dan Smartphone.
Berita semacam ini pasti tidak akan lolos dari penyelidikan mereka. Bodohnya penulis Hoax ini adalah dia menggunakan Marga Tan untuk karakter fiktifnya. Di Manado, dimana kehidupan masyarakatnya dibangun di atas dasar Klan, adalah sangat mudah untuk menemukan keberadaan seseorang berdasarkan Fam/marga yang disandangnya.
Dan akhirnya begitulah, meski penipuan Hoax-nya sudah jelas diketahui, namun dengan kekuatan ajaib mental disorder Pseudologia Fantastica, si penyebar Hoax dan kelompoknya, bersikukuh menyatakan bahwa teman imajinasi mereka “Theresia Cindy Tan” adalah orang yang nyata.
“Tunggu saja pembuktiannya dua bulan lagi,” kata salah seekor Hoaxer yang yakin dan meyakinkan dirinya bahwa Cindy Tan adalah manusia nyata, senyata hukum gravitasi.
Jelas sekali, mereka sudah tidak bisa lagi membedakan antara realitas dan imajinasi, antara fakta dan ilusi. Dan pastinya selama dua bulan ke depan mereka akan memproduksi kebohongan-kebohongan baru yang lebih canggih untuk mendukung existensi teman imajinasinya.
Karena seperti kata pepatah: "Kebohongan yang diulang-ulang pada akhirnya akan diterima sebagai kebenaran."